top of page
Writer's picturepsychotalk.id

Mengenal KDRT beserta Dampak Buruknya pada Perempuan dan Anak


Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan salah satu masalah yang dari dulu hingga kini masih banyak terjadi, baik di Indonesia maupun di negara-negara luar. Wicaksono (dalam Mardiyati 2015) menyebutkan bahwa KDRT ialah segala bentuk perilaku menyakiti maupun mencederai secara fisik atau psikis hingga menyebabkan kesakitan serta penderitaan yang tidak dikehendaki oleh pihak korban dan biasanya terjadi dalam lingkup keluarga.

Di Indonesia, jumlah kasus KDRT yang dilaporkan oleh Kementerian PPPA hingga Oktober 2022 sudah mencapai 18.261 kasus dengan mayoritas korban sebanyak 16.745 adalah perempuan. Sutrisminah (2022) menyebutkan bahwa banyaknya perempuan yang menjadi korban KDRT adalah bentuk dari dukungan sosial dan budaya yang menganggap perempuan sebagai orang nomor dua sehingga ia bisa diperlakukan dengan segala cara.


Lalu apa saja sih bentuk-bentuk kekerasan yang bisa dilakukan pelaku KDRT?

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004, terdapat empat bentuk KDRT yang dapat dialami oleh perempuan, yaitu:

  • Kekerasan fisik: memukul, meludahi, menampar, menarik rambut (menjambak), menendang, memukul/melukai dengan senjata, menyudut dengan rokok.

  • Kekerasan psikologis: komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, penghinaan, mengancam atau menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak, dan mengisolir istri dari dunia luar.

  • Kekerasan seksual: memaksa melakukan hubungan seksual, pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri, memaksa selera seksual sendiri.

  • Kekerasan ekonomi: tidak memberi nafkah istri dan menghabiskan uang istri.


Apa latar belakang pelaku bisa melakukan bentuk-bentuk kekerasan seperti yang disebutkan di atas?

Menurut Ramadani & Yuliani (2015) terdapat empat faktor yang dapat melatarbelakangi pelaku dalam melakukan KDRT. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

  • Faktor individu: penyimpangan psikologis, korban penelantaran anak, penyalahgunaan alkohol, dan riwayat kekerasan di masa lalu.

  • Faktor keluarga: pola pengasuhan yang buruk, kekerasan oleh pasangan, rendahnya status sosial ekonomi, konflik dalam pernikahan, keterlibatan orang lain dalam masalah Kekerasan.

  • Faktor komunitas: angka kriminalitas tinggi, kemiskinan, banyaknya pengangguran, perdagangan obat terlarang lemahnya kebijakan institusi, mobilitas penduduk tinggi, kurang nya sarana pelayanan korban.

  • Faktor lingkungan sosial: perubahan lingkungan sosial yang cepat, kesenjangan gender, kemiskinan, kesenjangan ekonomi, lemahnya jejaring ekonomi, budaya yang mendukung kekerasan, tingginya penggunaan senjata api ilegal, lemahnya penegakan hukum, dan masa konflik/pasca konflik.


Dilihat dari betapa ngerinya KDRT, apa saja sih dampak negatif yang bisa dialami korban?

Dampak negatif yang dirasakan oleh korban bisa sangat beraneka ragam bahkan biasanya dampak tersebut tidak hanya dialami oleh korban, namun bisa dialami juga oleh anggota keluarga lainnya. Berikut adalah beberapa dampak negatif dari KDRT:

  • Kerusakan otak: Traumatic Brain Injury (TBI) yang meliputi penurunan fungsi kognitif, hilang ingatan, dan PTSD merupakan salah satu dampak dari kekerasan fisik yang mungkin terjadi ketika KDRT (Costello, 2022). Kekerasan fisik yang dapat menyebabkan TBI adalah mencekik, mengguncang tubuh korban dengan agresif, memukul kepala menggunakan benda berat atau dengan kepalan tangan, dan melempar korban hingga jatuh ke lantai (Ralston et al., 2019).

  • Masalah reproduksi: pada sebagian perempuan korban KDRT, kekerasan yang mereka terima dapat menyebabkan gangguan kesehatan reproduksi, seperti misalnya hipomenorrhagia atau metrorhagia, menorhagia, penurunan libido, mengalami menopause lebih awal, serta ketidakmampuan mendapatkan orgasme sebagai akibat tindak kekerasan yang dialaminya (Sutrisminah, 2022).

  • Gangguan kesehatan mental: banyak perempuan korban KDRT mengalami sindrom traumatis komplek yang mirip dengan diagnosis PTSD, namun beberapa juga menunjukkan gejala-gejala lainnya, seperti depresi, kecemasan, idealisasi terhadap pelaku, dan disosiasi (Herman, 1992).

  • Dampak negatif pada anak: anak-anak yang menyaksikan ibunya mengalami KDRT juga akan mengalami dampak dari KDRT itu sendiri. Dampak tersebut bisa berupa memiliki self-esteem yang rendah, kurang mampu dalam beradaptasi di lingkungan sosial, mengalami peningkatan perilaku bermasalah dan psikopatologi, ketakutan, kecemasan, depresi, melakukan perilaku agresi, bahkan hingga PTSD (Levendosky & Graham-Bermann, 2001).



Ada nggak sih cara yang bisa dilakukan untuk mencegah KDRT?

Jika dilihat dari banyaknya dampak negatif yang mungkin akan dialami oleh korban KDRT atau bahkan anak dari korban, maka sudah seharusnya upaya-upaya untuk menekan angka kasus KDRT semakin gencar dilakukan. Adapun upaya yang bisa dilakukan dalam mencegah terjadinya kasus KDRT adalah dengan melakukan sosialisasi yang memadai bagi masyarakat luas, terutama bagi para pihak yang berpotensi melakukan KDRT akan bahaya yang dapat ditimbulkan dari kekerasan tersebut. Sedangkan bagi perempuan atau pihak-pihak yang berpotensi menjadi korban, perlu disosialisasikan pula bahwa mereka memiliki hak-hak untuk menuntut keadilan akan kekerasan yang mereka alami.


Jika Anda adalah korban KDRT dan merasa butuh bantuan, silahkan hubungi:

Hotline KDRT Kementerian PPPA: 021-129

Whatsapp Kementerian PPPA: 08111-129-129


Avivah

Content Creator Psychotalk.id


Referensi

Costello, K., & Greenwald, B. D. (2022). Update on domestic violence and traumatic brain injury: a narrative review. Brain sciences, 12(1), 122. https://doi.org/10.3390/brainsci12010122

Herman, J. L. (1992). Complex PTSD: A syndrome in survivors of prolonged and repeated trauma. Journal of traumatic stress, 5(3), 377-391. https://doi.org/10.1002/jts.2490050305

Levendosky, A. A., & Graham-Bermann, S. A. (2001). Parenting in battered women: The effects of domestic violence on women and their children. Journal of family violence, 16(2), 171-192. https://doi.org/10.1023/A:1011111003373

Mardiyati, I. (2015). Dampak trauma kekerasan dalam rumah tangga terhadap perkembangan psikis anak. Jurnal Studi Gender dan Anak, I (2), 26-29. https://doi.org/10.24260/raheema.v2i1.166

Ralston, B., Rable, J., Larson, T., Handmaker, H., & Lifshitz, J. (2019). Forensic nursing examination to screen for traumatic brain injury following intimate partner violence. Journal of Aggression, Maltreatment & Trauma, 28(6), 732-743. https://doi.org/10.1080/10926771.2019.1637988

Ramadani, M., & Yuliani, F. (2015). Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebagai salah satu isu kesehatan masyarakat secara global. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 9(2), 80-87. https://doi.org/10.24893/jkma.v9i2.191

Sutrisminah, E. (2022). Dampak kekerasan pada istri dalam rumah tangga terhadap kesehatan reproduksi. Majalah Ilmiah Sultan Agung, 50(127), 23-34.


27 views0 comments

Commenti


bottom of page