top of page
Writer's picturepsychotalk.id

"aku hampir masuk ke lubang depresi"

Updated: Jul 1, 2020








Depresi merupakan salah satu gangguan psikologis, dan aku hampir mengalaminya. Saat itu usiaku masih terbilang muda sekitar 19 tahun, aku ingin melanjutkan keinginanku untuk menjadi abdi negara. Satu tahun lebih aku mempersiapkan segalanya seperti tes kesehatan, fisik, tak lupa tetap belajar untuk mengasah pengetahuan. Kupersiapkan diriku sebaik mungkin agar lolos dan menjadi salah satu bibit perwira berbakat kala itu. Semangatku yang menggebu-gebu ternyata tidak seimbang dengan kondisi fisikku. Sampailah aku di hari pengumuman dan namaku dipanggil untuk berdiri. Siapapun yang berdiri saat itu, itu tandanya tidak bisa melanjutkan ke tahap berikutnya yang berarti mimpi pupus di tengah jalan saat itu.


Pada hari itu, aku merasa tenang dan santai seperti tidak ada sesuatu yang terjadi. Sehari berikutnya keadaanku masih stabil, tetapi pikiranku sudah tidak karuan. Karena saat itu, aku sudah tidak masuk kuliah kurang lebih dua bulan. Tidak masuk dua bulan menandakan nilaiku sudah pasti D atau E. Pagi itu adalah hari kedua setelah pengumuman bahwa aku gagal. Aku tidak ingin bangun, aku menghabiskan waktu seharian di kamar dengan tidur dan sesekali menangis karena kegagalanku. Rasanya sedih, malu, seluruh badanku lemas tidak bertenaga, menyalahkan diri sendiri, orang tua, keluarga bahkan sehari aku hanya mandi sekali dan makan sekali. Hal itu berlangsung kurang lebih empat hari lamanya.

Ada yang aneh dengan diriku, terlihat dari perilaku yang tidak keluar kamar, tidak berkomunikasi pada orangtua, emosiku tidak stabil dan mengarahkan ke emosi negatif seperti marah. Orangtuaku memanggil kakakku yang merupakan mahasiswa profesi psikologi. Perlu diketahui sebagai orang yang sangat tertutup termasuk pada keluargaku sendiri, aku jarang menceritakan permasalahanku kepada mereka. Bahkan ketika aku memiliki mimpi untuk menjadi abdi negara hingga mengikuti seleksinya, hanya segelintir teman yang tahu. Sisanya yang mereka ketahui bahwa aku berlibur. Kakakku mengajakku untuk tetap beraktivitas, jalan-jalan, dan keluar bersama teman-teman, tapi aku menolaknya. Mau ditaruh mana mukaku? Pikirku saat itu.



Sakit kepala masih saja kurasakan kurang lebih tujuh hari dengan masih menyimpan rasa sedih, marah, dan kecewa. Hari demi hari kulewati hingga akhirnya masuk di semester baru. Aku bertemu seorang dosen sekaligus psikolog yang mendengarkan ceritaku. Hari itu aku menceritakan pengalamanku yang kualami selama beberapa bulan, karena aku masih mengeluh sering pusing saat memikirkan hal negatif. Psikolog tersebut berkata bahwa: "gagal dalam suatu hal itu yang wajar, bagaimana kita menerima dan mengolah itu semua." Ternyata aku memiliki kecenderungan ke arah depresi ringan dan diminta untuk memantau kondisi dalam dua minggu ke depan. Apabila keluhanku masih berlanjut maka aku diwajibkan segera ke lembaga psikologi kampus untuk menjalankan treatment lanjutan.

Berdasarkan Buku PPDGJ (Maslim, 2013) adapun gejala utama depresi adalah afek depresif, kehilangan minat, dan kegembiraan, berkurangnya energi sehingga menyebabkan kelelahan. Gejala lainnya untuk memenuhi kategori ringan, sedang, atau berat diantaranya konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, dan nafsu makan berkurang. Penegakkan diagnosis diperlukan sekurang-kurangnya dua minggu dan hanya dilakukan oleh tenaga professional yaitu psikolog. Menurut WHO (Dianovinina, 2018), depresi adalah keadaan gangguan mental yang umumnya ditandai dengan perasaan sedih, kehilangan minat, berkurangnya energy, perasaan bersalah dan rendah diri, kelelahan, dan kurang konsentrasi. Kondisi tersebut dapat terjadi secara berulang dan menjadi kronis karena mengganggu kemampuan individu dalam menjalankan kegiatan sehari-hari.


Dosenku yang seorang psikolog tersebut memberiku beberapa pekerjaan rumah diantaranya untuk memaafkan masa lalu, memaafkan orang-orang, menceritakan permasalahanku paling tidak pada salah satu teman, dan berlibur. Sulit rasanya untuk menjalankan beberapa diantaranya. Tidak mungkin aku memaafkan orang lain dan masa laluku dalam waktu dua minggu. Akhirnya aku memilih untuk berlibur terlebih dahulu, hampir setiap hari aku pergi jalan-jalan entah itu ke mall, makan di luar rumah, dan hanya menghabiskan waktu untuk menikmati udara segar. Sesekali aku menceritakan sedikit perjalananku pada beberapa orang, maklum aku masih belum berani cerita sepenuhnya. Ini kulakukan sebagai proses belajar menjadi seseorang yang terbuka dan aku pulih.

Teman-temanku masih sering memberikan pertanyaan kenapa aku tidak masuk satu semester dengan terus menerus, dan aku merasa tidak nyaman dengan hal itu. Aku memilih diam dan aku berbohong dengan menjawab aku berlibur. Kenapa? Karena aku belum siap seutuhnya. Selama dua minggu, aku lebih menyenangkan diriku dengan berjalan-jalan dan makan. Ingatan pahit itu memudar sedikit, dan aku tidak menghubungi psikolog karena gejalaku mereda. Hal ini kulakukan karena aku mau melakukan pekerjaan rumah yang diberikan dan aku cukup memahami kondisi psikologisku, setidaknya jika memburuk aku mengerti harus kemana. Kalau kalian belum memahami taraf kondisi psikologismu saat merasakan gejala-gejala seperti yang kurasakan, lebih baik dalam dua minggu kalian tetap berkunjung ke psikolog itu akan sangat lebih membantu.


Aku masih bergulat dengan diriku selama hampir satu tahun, ingatanku pada kenangan gagal sudah berangsur membaik hari demi hari. Aku menjadi semakin terbuka dengan beberapa teman dekat, tidak banyak tapi itu membantuku. Terkadang aku masih menangis sendiri saat aku kesepian dan tidak ada orang, karena pada suasana seperti itu aku akan mengingat kenangan-kenangan buruk yang akhirnya sesekali membuat sakit kepalaku kambuh dalam satu tahun. Aku masih menyangkal pada teman-teman bahwa aku berlibur. Tapi kondisiku lebih baik dari sebelumnya. Karena aku sudah menceritakan semuanya pada salah seorang teman, dan itu sangat membantuku. Menurutku bukan kuantitas pertemanan tetapi kualitaslah yang akan membuat dirimu semakin baik. Ceritalah pada teman atau orang terdekat yang kamu percaya dan nyaman, karena itu akan membantumu. Setidaknya bebanmu dipikul berdua.



Waktu terus bergulir dan keadaanku semakin baik, kini aku tidak lagi menyangkal dan sudah menerima itu. Itu semua karena aku sudah menjalankan seluruh pekerjan rumah dari psikolog, walaupun membutuhkan waktu yang relatif lama kurang lebih 1,5 tahun aku sudah sampai ke dalam penerimaan. Kuncinya adalah mau memaafkan diri sendiri, orang lain, bercerita kepada orang terdekat dan enjoy your life (lakukan hobi atau berlibur). Bahkan kini aku bangga dengan kegagalan itu, karena aku belajar banyak mengenai perjuangan, dan penerimaan. Setiap perlombaan pasti ada menang dan kalah, tetapi tidak semua orang kalah bisa menerima hal tersebut. Hanya orang yang kuat yang mampu menerima dengan lapang dada.


Dalam psikologi, untuk mencapai tahap kita mampu menerima semuanya dengan baik memang membutuhkan waktu yang tidak cepat. Kembali lagi pada diri sendiri, ketika mau pulih mari kita belajar dan melewati bersama, karena kamu tidak pernah sendiri. Adapun 5 tahapan penerimaan diri diantaranya penyangkalan, marah, bargaining (tawar menawar), depresi, penerimaan diri. Tahapan ini berjenjang, ketika satu fase belum selesai maka tidak bisa ke fase selanjutnya. Penyangkalan terjadi saat awal kejadian itu terjadi dengan menyangkal kejadian nyata yang terjadi. Kemudian ada fase marah ketika kita marah pada diri sendiri atau orang terdekat. Fase selanjutnya adalah bargaining yaitu tawar menawar dengan Tuhan atau orang yang memiliki kuasa misalnya “andaikan kemarin aku berlatih lebih lama pasti aku lolos, Tuhan berikan aku waktu lebih lama lagi”. Fase selanjutnya adalah depresi dimana emosinya masih bergejolak hingga akhirnya dia sadar bahwa harus menerimanya dengan ikhlas. Penerimaan diri adalah sikap positif seseorang ketika menerima dirinya seutuhnya sebagai manusia. Saat sudah dapat menerima diri sendiri berarti individu tersebut mampu mengendalikan emosi negatif dalam dirinya (sedih, takut, marah, cemas, dll).


Seseorang yang bisa menerima segala kelemahan dan mampu meningkatkan kelebihannya menjadi sesuatu yang berguna bagi orang lain (Nurhasyanah, 2012)



YAW

tim psychotalk.id










Daftar Pustaka :

  • Dianovinina, K. (2018). Depresi pada Remaja: Gejala dan Permasalahannya. Journal Psikogenesis, 6(1), 69–78. https://doi.org/10.24854/jps.v6i1.634

  • Maslim, R. (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ - III dan DSM - 5 (Cetakan 2). Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

  • Nurhasyanah. (2012). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Diri Pada Wanita Infertilitas. Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, 1(1), 143–152.


Daftar Gambar

23 views0 comments

Comments


bottom of page